Cari Blog Ini

Rabu, 26 Agustus 2009

kenal yaaa

”PSIKOTES” : Tak Kenal Maka Tak Sayang

Suko Winarno / 26-Aug-2009


Sebetulnya banyak sekali aplikasi psikologi yang dapat dimanfaatkan di dunia kerja (lihat artikel kami Psychology @ Work, edisi bulan April), namun bagi masyarakat luas aplikasi psikologi yang paling populer adalah dalam seleksi karyawan. Masyarakat mengenal adanya tahapan PSIKOTES disamping tahapan-tahapan lainnya seperti tes kesehatan, tes bahasa Inggris, dan sebagainya. Segala sesuatu yang nantinya akan ditangani psikolog seringkali dianggap sebagai psikotes. Psikotes ini dipandang sebagai semacam ujian saringan yang akan menentukan apakah seorang pelamar akan dapat mengikuti tahap selanjutnya atau tidak. Sering kita dengar orang berkeluh kesah: “Wah, saya tidak lulus psikotes!”, atau “Saya mungkin gagal karena tidak bisa menggambar orang dengan bagus.”, atau “Soal-soalnya banyak sekali sementara waktunya sangat singkat, bagaimana mungkin saya menyelesaikan semuanya?!”. Atau komentar lain seperti “Sungguh tidak masuk akal, anak saya lulusan terbaik universitas terkemuka, tapi kenapa ia tidak lulus psikotes?!”

Apa sebetulnya Psikotes ini? Kenapa sangat menentukan nasib orang? Nah, sebelum Anda berasumsi terlalu jauh, mari kita bahas apa itu psikotes dan bagaimana “cara kerjanya”.

PSIKOTES dan ASESMEN PSIKOLOGIS

Istilah psikotes (atau psychological testing) kadang-kadang digunakan masyarakat untuk menggambarkan berbagai aktivitas dalam proses seleksi yang menggunakan pendekatan psikologis. Perlu diluruskan di sini bahwa psikotes sebenarnya hanyalah salah satu bagian dari proses tersebut. Keseluruhan rangkaian kegiatan itu lebih tepat disebut sebagai ASESMEN PSIKOLOGIS atau PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS.

Asesmen psikologis cakupannya lebih luas, di sini psikolog mengintegrasikan informasi-informasi yang diperolehnya dari berbagai sumber, bukan hanya psikotes. Di dalam proses seleksi, biasanya asesmen psikologis bisa mencakup kegiatan tes tertulis, mengerjakan aktivitas di bawah observasi, dan wawancara. Psikotes adalah komponen tes tertulisnya saja. Psikotes memang sudah bisa memberi banyak informasi tapi masih harus dilengkapi dan diuji lagi ketepatannya. Ada hal-hal yang kurang lengkap jika hanya digali lewat tes tertulis. Cara berkomunikasi atau kepemimpinan misalnya, aspek-aspek tersebut akan lebih akurat ditangkapnya jika digali lewat aktivitas nyata. Oleh karena itu ada kegiatan kelompok dimana peserta diberi tugas tertentu yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan interaksi di antara mereka. Misalnya saja tugas memecahkan suatu masalah, mengajukan pendapat, dan sebagainya. Bentuk kegiatan ini bisa bermacam-macam tergantung tujuannya. Kemudian ada satu komponen lain yaitu wawancara. Selain untuk melengkapi informasi, wawancara digunakan untuk menguji kesimpulan-kesimpulan sementara yang diperoleh dari tes tertulis atau hasil observasi.

Dalam tulisan ini, selanjutnya akan digunakan istilah yang lebih tepat, yaitu ASESMEN PSIKOLOGIS.

PERAN ASESMEN PSIKOLOGIS DALAM PROSES SELEKSI KARYAWAN

Asesmen psikologis dalam seleksi karyawan bertujuan untuk memperoleh gambaran individu secara komprehensif agar dapat dibandingkan dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan oleh perusahaan. Jika memenuhi syarat, maka yang bersangkutan dipandang bisa mengikuti tahapan seleksi selanjutnya. Jika tidak atau kurang memenuhi syarat, maka informasi ini menjadi pertimbangan perusahaan apakah yang bersangkutan akan diikutkan atau tidak dalam kelanjutan proses seleksi dengan melihat informasi-informasi lain seperti keahlian teknis yang dimiliki, prestasi-prestasi yang pernah diraih, dan sebagainya. Jadi, kesimpulan hasil asesmen psikologis seharusnya tidak diungkapkan dalam dikotomus antara lulus dan tidak lulus melainkan dalam bentuk kesimpulan memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Sedangkan syarat yang dimaksud di sini adalah syarat pekerjaan di perusahaan yang ketika itu ia lamar.

Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila ada pelamar yang tidak diterima ketika melamar suatu pekerjaan di perusahaan tertentu, namun ia berhasil diterima di pekerjaan yang berbeda di perusahaan lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan persyaratan pekerjaan. Misalnya, seseorang dipandang sesuai untuk menjadi petugas pembukuan tapi tidak sesuai untuk menjadi resepsionis. Konteks yang berbeda juga bisa membuat persyaratan untuk jabatan yang ”sama” menjadi berbeda. Misalnya, sama-sama pekerjaan petugas pembukuan, tapi yang satu di perusahaan berskala kecil dan sederhana, yang satu lagi di perusahaan berskala besar dengan ragam aktivitas yang lebih rumit. Tentu saja kompleksitasnya menjadi berbeda yang membuat persyaratan pekerjaan petugas pembukuan di situ juga menjadi lebih kompleks.

Jadi, ketika seorang pelamar dinyatakan tidak lolos tahap psikotes (atau tahap asesmen psikologis), sebenarnya tidak berarti ia tidak lulus. Tidak lolos tahap psikotes bukan berarti ”nilainya buruk”. Hal yang terjadi sebenarnya adalah psikolog menganalisis bahwa karakteristik psikologis pelamar tersebut tidak sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang dilamar. Misalnya saja, pekerjaan tersebut menuntut perhatian terhadap detil, sementara yang bersangkutan cenderung melihat segala sesuatunya secara global saja.

Kesesuaian antara karakter psikologis individu dengan persyaratan pekerjaan merupakan hal yang penting. Jika sebenarnya tidak ada kesesuaian namun si pelamar tetap diterima, maka kemungkinan pelamar tersebut akan merasa tidak nyaman melaksanakan pekerjaannya. Hal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja si pelamar sehingga bisa mempengaruhi produktivitas perusahaan tempat ia bekerja.

ASPEK YANG DIGALI DALAM ASESMEN PSIKOLOGIS

Pada umumnya asesmen psikologis yang dilakukan terhadap seseorang dimaksudkan untuk mengungkapkan tiga aspek psikologis pokok yang dimilikinya:

Pertama, aspek kecerdasan umum atau sering disebut inteligensi umum. Untuk mudahnya, bisa dikatakan inteligensi adalah kemampuan dasar seseorang untuk memahami dunia sekitar, yang pemahamannya itu bisa diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu isi tes atau tugas untuk menggali inteligensi umum biasanya mendorong seseorang menangkap hal-hal penting dari sesuatu dan mengerahkan daya analisis untuk menangkap hubungan di antara sejumlah komponen-komponennya. Mungkin Anda pernah mengerjakan tes berupa gambar-gambar yang harus Anda cari pola perubahannya untuk bisa menentukan gambar yang harusnya jadi pelengkap. Nah, kemungkinan besar itu adalah salah satu alat untuk menelusuri kapasitas inteligensi umum Anda. Selain gambar, bisa juga ada bentuk tes yang menggunakan kata-kata atau bilangan sebagai unsurnya. Tentu saja, selain dari tes tertulis, psikolog juga akan melengkapinya dengan hasil pengamatan dan wawancara. Aspek kecerdasan umum ini digali untuk memprediksikan apakah yang bersangkutan nantinya akan mampu mempelajari tugas-tugas barunya dan memecahkan persoalan-persoalan.

Hasil penelusuran kecerdasan seperti ini umumnya diungkapkan ke dalam penggolongan berdasarkan norma/standar yang berlaku, Contoh: Seorang calon dikatakan memiliki kecerdasan umum yang tergolong di atas rata-rata. Ini berarti tingkat kecerdasan orang tersebut berada di atas rata-rata orang dari ”kelompoknya”. Kelompok ini adalah kelompok yang dijadikan norma/standar. Kelompok itu bisa berdasarkan usia, jenjang pendidikan, dan sebagainya.

Kedua, aspek cara atau perilaku kerja. Aspek ini meliputi berbagai unsur, antara lain kecepatan, ketelitian, perencanaan dan semacamnya sesuai dengan kebutuhan khusus pekerjaan. Ada beberapa tes yang sudah digunakan untuk menelusuri hal-hal tersebut, tapi biasanya psikolog juga melihat keseluruhan hasil dan cara kerja si calon, termasuk melalui observasi ketika si pelamar diminta melakukan suatu tugas yang mensimulasi pekerjaan yang ia lamar, melalui diskusi kelompok dan juga wawancara.

Aspek ketiga merupakan hal unik dan mencerminkan kekhasan individu yaitu aspek kepribadian. Ada berbagai alat yang sering digunakan di sini, misalnya mengisi semacam kuesioner yang pada intinya untuk menelusuri karakteristik psikologis apa saja yang ada, atau melalui tugas-tugas menggambar. Tugas menggambar ini sebetulnya adalah sarana bagi individu untuk memproyeksikan diri. Memang barangkali sulit masuk akal bagi awam bagaimana mungkin gambar pohon misalnya, bisa menjelaskan kepribadian orang. Tapi alat-alat itu dibuat melalui kajian ilmiah sehingga hasilnya pun bisa dipertanggungjawabkan. Tes kepribadian seperti ini sifatnya adalah memberi indikasi tentang sejumlah karakteristik psikologis tertentu. Psikolog dituntut ketajaman dan kepekaannya untuk menganalisis lebih jauh dan menemukan gambaran kepribadian yang khas si individu, termasuk juga melalui observasi dan terutama wawancara. Untuk bisa mengungkap kepribadian seseorang, psikolog dituntut memiliki pengalaman yang memadai agar dapat melihat makna-makna tersirat dari hasil tes pelamar.

Ketiga aspek pokok di atas, kecerdasan umum, perilaku kerja, dan kepribadian, bukan merupakan bagian-bagian yang berdiri sendiri. Dinamika antara ketiga aspek tersebut saling berpengaruh dan menentukan karakteristik manusia secara utuh. Tidak jarang ditemui seseorang yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata, tidak dapat direkomendasikan oleh psikolog karena kedua aspek lainnya tidak mendukung untuk persyaratan pekerjaan tertentu.

PERAN PSIKOLOG DALAM KEPUTUSAN SELEKSI

Dari uraian sebelumnya tampak bahwa yang menyimpulkan gambaran psikologis seseorang adalah kehandalan psikolognya, bukan semata-mata hasil tes tertulis. Kalaupun menggunakan alat yang terkomputerisasi yang bisa langsung mengeluarkan deskripsi individu, psikolog mesti mengujinya lagi dengan cara lain seperti menganalisis keseluruhan hasil tes tertulis, observasi dan wawancara tadi. Psikolog mesti mampu meminimalisir subjektivitas yang ada padanya. Selain melalui pengalaman bertahun-tahun, seringkali dalam proses asesmen psikologis ada yang disebut proses pemberian second opinion, yaitu adanya pendapat dari psikolog lain tentang gambaran individu. Dengan begitu, psikolog mendapat wawasan lain dan tidak terpaku dalam alam subjektifnya sendiri

Jadi, peran psikolog dalam asesmen psikologis terutama adalah memberikan gambaran komprehensif tentang si pelamar pada aspek-aspek yang menjadi persyaratan pekerjaan (dan aspek-aspek lain yang dipandang perlu) serta memberi masukan pada perusahaan bagaimana kesesuaiannya dengan persyaratan tersebut. Psikolog tidak menentukan apakah si calon akan diterima atau ditolak karena bisa jadi ada persyaratan atau preferensi lain di samping persyaratan pekerjaan yang sifatnya psikologis, seperti pertimbangan usia, keluasan pengalaman, keterampilan teknis khusus, keanggotaan organisasi tertentu, memiliki kendaraan sendiri, dan sebagainya.

Oleh karena itu panitia seleksi dari pihak perusahaan juga mesti merancang tahapan seleksi dengan cermat karena asesmen psikologis saja tidak cukup untuk menjadi satu-satunya alat seleksi. Satu hal yang sama pentingnya disamping asesmen psikologis, adalah wawancaraoleh pihak unit kerja dimana lowongan pekerjaan dibuka. Dalam aktivitas ini, si calon dipertemukan dengan calon atasan langsungnya (user). Kemudian, pejabat tersebut bisa melakukan penilaian berdasarkan pengalaman, untuk memperkirakan apakah si calon tersebut sesuai untuk mengisi pekerjaan yang dilamarnya.

HASIL ASESMEN PSIKOLOGIS BUKAN “HARGA MATI”

Perlu diketahui bahwa hasil asesmen psikologis (biasanya tertuang dalam bentuk laporan tertulis) yang dibuat psikolog bukanlah sesuatu yang sifatnya ”harga mati”. Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk yang selalu berkembang sehingga ada kemungkinan bahwa seseorang bisa berubah dalam kurun waktu beberapa tahun, khususnya pada aspek perilaku kerja dan kepribadian. Oleh karena itu, janganlah berputus asa jika tidak diterima di pekerjaan tertentu. Selain karena ketidaksesuaian karakteristik, setelah menjalani pembelajaran selama beberapa waktu (misalnya melalui pengalaman bekerja), mungkin saja ketidaksesuaian tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar