Cari Blog Ini

Rabu, 26 Agustus 2009

jangan tunda

Jangan Menunda

Neni Indra Melani / 26-Aug-2009


Neni Indra Melani
Psikolog


“Besok saja deeeh mengerjakannya, kan masih ada waktu 3 hari.”
“Nanti saja ah, sekarang istirahat dulu….”
“Belum ada ide nih…”

Menunda pekerjaan merupakan “penyakit” yang pasti semua orang pernah lakukan, sengaja maupun tidak sengaja. Alasannya bisa banyak, sibuklah, tidak mood, sekedar malas, atau manajemen waktunya tidak efektif. Kadang-kadang kalau mengerjakan sesuatu dalam waktu yang mepet rasanya justru lebih semangat, lebih banyak ide yang keluar dan lebih terdorong untuk menyelesaikan tugas dengan cepat. Dalam keadaan mepet rasanya kita terpaksa mengeluarkan seluruh kemampuan dan pengetahuan kita. Selain itu, kita juga lebih cepat dalam mengambil keputusan.

Menunda pekerjaan akan terasa merugikan ketika ada efek buruk mengenai kita. “Ah, harusnya waktu itu langsung saya kerjakan, jadi saya punya waktu untuk cek lagi dan tidak berantakan seperti ini.” Yang bahaya adalah jika menunda pekerjaan tidak memberikan efek buruk pada kita. Berbahaya karena bisa menjadi pengukuh kebiasaan menunda. Ini yang sepertinya banyak terjadi pada orang. Jadi, apa yang bisa kita lakukan dengan kebiasaan menunda pekerjaan ini?

Fenomena menunda pekerjaan ini sering kita sebut sebagai procrastination. Secara teknis berarti menghindari pekerjaan yang seharusnya diselesaikan. Orang yang melakukan procrastination disebut procastinator. Procrastination bisa terjadi karena:

  1. Pekerjaan yang dilakukan tidak dimengerti, membingungkan atau tidak sesuai dengan minat kita sehingga sulit sekali untuk termotivasi memulai pekerjaan tersebut.
  2. Perfeksionis. Bagi orang-orangyang perfeksionis, ada satu standar yang terkadang sulit sekali untuk dicapai sehingga menurunkan semangat untuk mengejar standar tersebut.
  3. Kecemasan terhadap pandangan atau penilaian orang lain terhadap pekerjaan kita. Hal ini membuat kita takut untuk menyelesaikan tugas.
  4. Kecemasan terhadap hal-hal yang belum diketahui. Jika kita mencoba suatu tugas baru, kita cenderung takut membuat kesalahan sehingga kita menghindar dari tugas tersebut.
  5. Tidak dimilikinya kemampuan atau keterampilan untuk menyelesaikan tugas sehingga rasanya lebih mudah untuk menghindar atau tidak mengerjakannya sama sekali.

Dengan banyaknya penyebab procrastination, maka bermacam-macam pula bentuk perilaku procastionation. Perilaku seperti apa saja yang biasanya kita sebut procrastination?

  • Yang paling mudah, pura-pura tidak tahu: “Tugas yang mana…?” Ketika kita tidak mengindahkan tugas yang mestinya kita selesaikan, rasanya tugas itu tidak ada atau bisa selesai dengan sendirinya. Padahal, tentu saja tidak demikian.
  • Untuk menghindar dari tugas, kita sering menganggap remeh tugas tersebut sehingga tidak masalah kalau ditunda dahulu. “Itu sih gampang, nanti saja dikerjakannya…
  • Menggantikan tugas yang seharusnya diselesaikan dengan tugas lain. “Wah laporan kegiatan bulanan belum selesai, habis saya sibuk membantu boss menyiapkan meeting dengan penguasaha Jepang itu sih, jadi tidak sempat …
  • Kadang-kadang kita menganggap penundaan sedikit tidak akan berpengaruh. Misalnya menonton acara TV lima menit saja sebelum memulai tugas. “Nonton TV dulu ah, acaranya bagus.” Tapi biasanya yang kita temui, justru akhirnya kita menonton TV terus tanpa menyelesaikan apapun.
  • Pernah membawa tugas kantor ke rumah? Atau membawa buku pelajaran atau laporan saat akhir pekan atau liburan? Kalau ya dan tugas tersebut diselesaikan berarti Anda hebat. Namun jika Anda lakukan itu tapi tetap saja tidak dikerjakan bahkan tidak disentuh sama sekali, Anda termasuk procastinator. Sebenarnya membawa tugas ke rumah hanya usaha mendramatisir tugas dan mencari rasa aman.
  • Sulit memutuskan pilihan. Waktu lebih banyak dihabiskan untuk menentukan topik apa yang yang harus dipilih atau tugas mana yang mau dikerjakan dahulu. Akibatnya waktu untuk menyelesaikan tugas menjadi berkurang.
  • Kadang-kadang, walaupun kita sudah memulai tugas yang harus diselesaikan, kecendrungan procrastination tetap ada, yaitu jika kita banyak menghabiskan waktu pada satu bagian tugas saja. Biasanya pada waktu awal ketika menyusun bagian pendahuluan atau pada hal-hal yang kita sukai, misalnya memilih-milih bentuk font!

Pertanyaan selanjutnya adalah, “apa yang harus dilakukan untuk mengatasi perilaku procrastination ini?”

  1. Yang pertama, pastikan perilaku procrastination apa yang paling sering muncul dari diri Anda.
  2. Jujurlah ketika membuat keputusan dalam penyelesaian tugas. Akui jika memang tidak bisa atau tidak mau atau hanya punya waktu sedikit untuk menyelesaikan tugas, ketimbang muncul rasa bersalah kemudian.
  3. Lihat konsekuensi dari penyelesaian tugas, baik jika berhasil maupun tidak. Jika tugas berhasil diselesaikan, maka seolah-olah kita telah membuat investasi yang akan kita rasakan hasilnya kemudian. Kalau kita punya tujuan yang “menguntungkan” lebih mudah untuk memacu diri menyelesaikan tugas. Kalaupun kita tidak berhasil menyelesaikan tugas, kita juga perlu tahu konsekuensi apa yang kita dapat dan berani menerima konsekuensi tersebut.
  4. Pahami mengapa tugas tersebut harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu sehingga kita bisa ikut merasakan dan memikirkan efek yang kita perbuat terhadap tugas tersebut. Misalnya semakin cepat kita menyelesaikan tugas, semakin mudah orang lain untuk menindaklanjutinya.
  5. Pecah tugas dalam beberapa bagian beserta waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Jika memungkinkan susun mulai dari yang termudah dahulu atau yang paling mungkin diselesaikan sehingga kita termotivasi untuk menyelesaikan tugas yang lebih sulit.
  6. Buatlah daftar tugas yang bisa kita lihat setiap saat. Kalau perlu, letakkan di beberpa tempat.
  7. Ajak orang lain untuk membantu mengingatkan anda. Kalau anda punya Buddy, manfaatkan dia.
  8. Kalau kita mudah terpengaruh lingkungan, maka cari atau buatlah lingkungan yang mendukung konsentrasi anda. Hilangkan hal-hal yang bisa mengganggu. Misalnya, pindah ke ruangan lain, matikan TV, kerjakan pada waktu dimana tidak banyak orang, dan sebagainya.
  9. Buatlah catatan mengenai keberhasilan mengerjakan tugas sesuai target waktu. Cara ini bisa memotivasi kita untuk mengulangi lagi perilaku tersebut.

Tentunya masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi procrastination ini. Yang perlu disadari, procrastination ini terkadang sulit dihindari. Memang procrastination hampir selalu dihubungkan dengan sifat negatif, seperti malas, tidak pandai membagi waktu, inadekuat atau tidak matang secara pribadi. Tapi banyak juga orang yang justru bisa bekerja lebih baik dalam kondisi mepet setelah menunda pekerjaan. Namun pastinya, cara kerja seperti ini tidak bisa setiap saat dilakukan, apalagi jika yang dikerjakan banyak, bervariasi dan melibatkan orang lain. Jadi, tetap usahakan untuk tidak menjadi procastinator. Kalaupun masih procastinator juga, jadikan kondisi tersebut kondisi yang produktif.

temperamen

Apa Temperamen Anda ?

Nur Rachmawati Lubis, S. Psi / 26-Aug-2009

“Kenapa sih, dia kok orangnya kaku sekali?”
“Duh... dia itu cepat sekali kerjanya. Sebagai mitra, aku seperti ditinggal.”
“Bapak itu berbicara seperti politikus saja. Berbelit-belit!”

Ketika berhadapan dengan orang lain, terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, anda akan merasa cocok dengan orang yang anda hadapi dimana anda merasa memiliki kemiripan sifat dengan orang tersebut. Kedua, anda justru merasa sama sekali tidak cocok dengan orang yang anda hadapi, dimana orang tersebut memiliki perilaku, kebiasaan, dan sifat yang 100% berbeda dari anda.
Kira-kira, mengapa hal ini terjadi? Ya, benar sekali. Karena kita semua berbeda. Apa yang berbeda? Penampilan? Suku? Tingkat penidikan? Salah satu perbedaan utama yang paling membatasi hubungan interpersonal adalah apa yang di dunia psikologi disebut sebagai temperamen. Oleh karena itu, melalui artikel ini, mari kita bahas tipe-tipe temperamen yang dimiliki manusia. Dengan memahami hal ini, harapannya kita dapat lebih memahami temperamen yang kita miliki serta keragaman yang ada di sekitar kita. Pada akhirnya, kita dapat menyesuaikan diri lebih baik dengan orang-orang yang kita temui setiap hari.

Temperamen adalah kombinasi dari sejumlah unsur kepribadian seperti kebiasaan komunikasi, pola tindakan, sikap, nilai-nilai, dan bakat. Temperamen juga dapat menunjukkan kebutuhan pribadi, potensi kontribusi individu di tempat kerja, dan perannya di lingkungan sehari-hari.

Menurut Dr. David Keirsey, terdapat 4 temperamen dasar pada manusia. Ke empat temperamen tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tidak ada satu temperamen yang lebih baik dari yang lain. Perbedaan temperamen hanya menunjukkan perbedaan individual, tidak menunjukkan bahwa individu yang satu lebih unggul dari yang lain.
Berikut adalah gambaran 4 Jenis temperamen dasar tersebut:


Tipe Temperamen

Gambaran Umum

Guardian

  • Lebih senang membicarakan hal-hal yang konkret. Lebih menyukai pembahasan berkaitan dengan sesuatu yang secara nyata memang ada di sekitar mereka. Alur pembicaraan tampak teratur, hanya akan berpindah topik jika hal itu memang berkaitan dengan apa yang dibicarakan sebelumnya.
  • Norma dan peraturan yang berlaku memiliki peranan penting, sehingga beranggapan selayaknyalah hidup dijalani dengan sikap kooperatif, patuh, taat, dan konform terhadap norma dan peraturan tersebut.
  • Mempercayai sosok otoritas, sehingga sering kali bertindak sebagai “garis” yang memastikan bahwa orang lain dan lingkungan mereka menjalankan norma dan peraturan sebagaimana mestinya.

Dalam Pekerjaaan:

  • Tertarik pada hal-hal yang membutuhkan keteraturan seperti pengelolaan logistik, administrasi dan pengarsipan, perawatan barang-barang material, pengawasan, dan sebagainya. Ingin menjaga segala sesuatu berjalan lancar sesuai peraturan atau prosedur. Kebanggaan mereka adalah ketika dianggap bisa diandalkan dan bisa dipercaya. Oleh karena itu jika ada yang harus dikerjakan, mereka berusaha keras menyelesaikannya. Pekerjaan yang disukai oleh individu Guardian biasanya adalah pekerjaan-pekerjaan yang jelas tata laksananya.

Idealist

  • Lebih banyak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata abstrak dan perumpamaan. Lebih senang berbicara mengenai hal-hal yang tidak secara nyata dapat diamati, tetapi hanya dapat dibayangkan. Percaya bahwa dunia memuat banyak kemungkinan yang menunggu diwujudkan, dunia memuat banyak makna yang perlu dimengerti.
  • Biasanya memiliki intuisi yang tajam. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengerti perasaan serta pemikiran orang lain dan menarik hal-hal di luar sesuatu yang konkret. Biasanya peka terhadap simbol-simbol, tanda, atau “benang merah” antara satu hal dengan hal yang lain. Pada saat berkomunikasi, akan dengan mudah memindahkan satu topik pembicaraan ke topik lainnya
  • Sensitif terhadap perasaan orang. Kepedulian individu Idealist terhadap orang lain merupakan salah satu bentuk dari sikap altruistik (sikap suka menolong) yang mereka miliki. Karena mereka biasanya dapat memahami keadaan dan perasaan orang lain, mereka pun dapat membantu orang tersebut untuk mengatasi keadaan dan perasaan yang dialami.

Dalam Pekerjaaan:

  • Senang bekerjasama dengan orang lain. Sangat memperhatikan pengembangan pribadi dan juga ingin membantu orang lain agar dapat melakukan hal serupa. Meyakini bahwa untuk mencapai itu semua, kerjasama yang harmonis merupakan cara yang tepat untuk meraihnya. Oleh karena itu mereka sesuai untuk pekerjaan yang interaksi dengan orang lain. Kebanggaan mereka adalah apabila orang menganggapnya sebagai pribadi yang bersahabat, senang menolong, tulus, dan penuh perhatian.

Artisan

  • Cenderung menggunakan kata-kata yang konkret ketika berbicara atau menyampaikan pesan. Mereka biasanya berbicara mengenai sesuatu yang sedang terjadi saat itu juga dan tidak terlalu menyukai pembicaraan tentang sesuatu yang tidak tampak atau tidak nyata. Lebih mengutamakan cara-cara yang dipandang akan memberikan hasil dan bisa dikerjakan segera.
  • Tertarik terhadap apa yang terjadi di sini dan saat ini sehingga berusaha menikmati apa yang dimiliki sekarang. Akan berusaha mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, terutama secara fisik. Kesenangan akan menimbulkan semangat. Seringkali mencari hal-hal yang menimbulkan stimulasi. Mudah merasa bosan.
  • Umumnya peka terhadap harmonisasi seperti kesesuaian warna-warna, kesesuaian alat musik tertentu untuk memunculkan keindahan sebuah lagu, dan sebagainya. Memiliki kepekaan untuk saling menyesuaikan berbagai unsur dari sesuatu untuk mendapatkan hasil yang paling indah/bagus. Jika perlu, mencari variasi cara/tindakan di luar yang biasa agar tujuan tercapai dan tidak membosankan.

Dalam Pekerjaaan:

  • Bekerja lebih optimal ketika harus melakukan sesuatu secara taktis. Cenderung mencari taktik yang paling tepat untuk digunakan dalam tiap situasi. Mencoba menemukan berbagai peluang, selalu mencari pendekatan yang paling tepat, dan melakukan tindakan yang memberikan keberhasilan dan keuntungan terbesar bagi mereka. Sesuai untuk pekerjaan yang bervariasi dan membutuhkan tindakan segara.

Rational

  • Senang berbicara dengan menggunakan bahasa yang abstrak. Lebih senang membahas mengenai apa yang ada di dalam benak mereka, dibandingkan apa yang mereka amati. Lebih berorientasi pada hal-hal yang logis. Individu ini cenderung berpikir secara deduktif, yaitu berpikir mengenai sesuatu hal yang sifatnya umum lalu menarik kesimpulan tentang hal-hal yang lebih khusus berdasarkan hal umum tersebut.
  • Percaya bahwa tidak ada suatu hal pun yang benar-benar tepat karena kemungkinan terjadinya kesalahan itu selalu ada. Oleh karena itulah, mempertanyakan suatu hal secara berulang menjadi sesuatu yang wajar dilakukan, sampai akhirnya menemukan tindakan pencegahan agar kesalahan itu tidak terjadi, atau justru menemukan solusi untuk mengatasi kesalahan itu.
  • Cenderung pragmatis dalam melihat sesuatu. Sesuatu akan memiliki nilai lebih jika dapat memberikan hasil yang maksimal namun dengan usaha yang minimal. Berusaha untuk tidak mengekspresikan perasaan dan menekannya dalam-dalam agar tidak mengganggu proses logika. Dampaknya, tidak jarang dianggap sebagai individu yang dingin dan tidak berperasaan, padahal sesungguhnya mereka hanya berusaha untuk rasional.

Dalam Pekerjaaan:

  • Mampu berpikir strategis, menemukan cara yang paling tepat agar tujuan dapat tercapai. Tertarik pada hal-hal sistematis, antara lain sistem yang terdapat pada mesin atau pada sistem sosial seperti pada organisasi atau masyarakat. Mereka cocok untuk bidang-bidang perancangan, seperti desain produk atau jasa, pengembangan teori atau prototip teknologi, merancang organisasi, atau rencana strategis.


Melihat perbedaan yang ada pada keempat tipe temperamen di atas, jangan lantas anda mengkotak-kotakkan setiap individu yang anda temui. Memang setiap individu berbeda, namun antara satu individu dengan individu lain masih dapat berinteraksi beriringan. Keempat tipe individu tersebut di atas, (Guardian, Idealist, Artisan, dan Rational) bisa saling bersinergi. Mereka bisa saling mengisi kelemahan orang lain dengan menyumbangkan kelebihan yang mereka miliki. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel berikut:

Guardian

Idealist

Artisan

Rational

Guardian

Individu Guardian membantu individu Idealist untuk lebih dapat menyadari bahwa dunia tidak selalu sempurna

Individu Guardian menjaga individu Artisan untuk lebih berhati-hati

Individu Guardian membantu individu Rational dengan cara menjaga konsistensi realitas

Idealist

Individu Idealist memberi antusiasme bagi individu Guardian

Individu Idealist membantu individu Artisan untuk berpikir lebih seksama

Individu Idealist membantu individu Rational untuk tetap manusiawi

Artisan

Individu Artisan membantu individu Guardian untuk lebih berpikir terbuka

Individu Artisan membantu individu Idealist untuk lebih berpikir terbuka

Individu Artisan membantu individu Rational untuk lebih berpikir terbuka

Rational

Individu Rational memberi individu Guardian pandangan-pandangan teoretik

Individu Rational membantu individu Idealist untuk lebih obyektif

Individu Rational mendorong individu Artisan untuk lebih produktif dalam hidup


Setelah mengenali keempat tipe temperamen, langkah pertama adalah menentukan apakah tipe temperamen yang anda miliki? Kemudian tentukan tipe temperamen orang-orang yang terlibat dalam keseharian anda. Terakhir, lihat apa yang bisa anda kontribusikan kepada tipe temperamen lain, dan ajak orang lain juga berkontribusi sesuai tipe temperamennya. Mudah bukan? Sekarang anda sudah bisa selangkah lebih maju. Tidak hanya anda telah mengetahui tipe-tipe individu yang ada, anda juga sudah bisa menjadikan perbedaan individu sebagai alat untuk bekerja bersama menghasilkan yang lebih baik.

mitos dan fakta

PSIKOTES : Mitos dan Fakta

Nur Rachmawati Lubis / 26-Aug-2009


Psikotes, sebuah kata yang terdengar sangat familier tapi juga begitu asing. Begitu seringnya mendengar kata ini sampai kita merasa tahu persis artinya, padahal seringkali kita juga dibuat bingung oleh misteri yang ada dibalik psikotes. Kebanyakan orang akan merasa takut, setidaknya gelisah, jika mengetahui dirinya akan menjalani psikotes. Ada yang bilang psikotes akan menunjukkan apakah kita bodoh atau pintar. Psikotes juga dikatakan dapat membedakan mana orang yang waras dan yang “sakit jiwa”. Psikotes dipandang bisa membuka ”rahasia” yang kita coba simpan melalui berbagai tes yang aneh-aneh. Khusus dalam urusan perjuangan mencari kerja, psikotes telah menjadi momok, palang penjegal yang menghalang-halangi para pelamar untuk mencapai pekerjaan impiannya tanpa kriteria yang jelas siapa yang boleh masuk dan siapa yang tidak.

Bagaimana dengan Anda? Apa yang muncul di benak Anda ketika mendengar kata “psikotes”? Apakah Anda juga memiliki asumsi-asumsi yang anda sendiri tidak yakin akan kebenarannya? Apakah banyaknya berita negatif mengenai psikotes juga telah mempengaruhi penilaian Anda terhadap tes ini? Artikel ini berniat memberikan informasi yang akurat mengenai psikotes. Artikel ini akan memberikan sudut pandang objektif dari kacamata seorang psikolog mengenai misinterpretasi fungsi dan penggunaan psikotes atau tes psikologis tertulis (termasuk menggambar).

Sebelumnya, jangan lupa untuk membaca artikel PSIKOTES: Tak Kenal Maka Tak Sayang dalam edisi ini juga agar Anda memiliki dasar pemahaman apa itu psikotes dan apa bedanya dengan asesmen psikologis.



MITOS 1 : Tidak lolos psikotes berarti bodoh

Faktanya…
Belum tentu. Pada intinya, psikotes dilakukan untuk mencari KESESUAIAN antara orang dan suatu pekerjaan. Seseorang tidak diterima bukan berarti dia pasti bodoh, tetapi karena dia kurang sesuai dengan gambaran orang yang dicari. Kriteria yang digunakan tidak hanya dari segi kemampuan intelektual, melainkan juga dari perilaku kerja dan karakteristik kepribadian. Misalnya untuk lowongan petugas Humas tentunya dibutuhkan orang-orang yang memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi, yang juga mampu berkomunikasi secara luwes dengan orang yang baru dikenal. Jika ada seseorang yang cenderung pendiam ditolak ketika melamar untuk posisi tersebut, hal itu lebih dikarenakan dirinya dipandang tidak sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan untuk menjadi petugas Humas. Padahal, mungkin saja secara intelektual pelamar yang pendiam ini lebih pintar dari yang ceriwis.




MITOS 2 : Hasil psikotes bagus karena latihan

Faktanya…
Jika memang Anda sudah punya potensi, latihan bisa sedikit membantu. Seperti tes yang berbentuk soal perhitungan, semakin sering kita berlatih mengerjakan berbagai macam perhitungan, tentunya kita akan semakin mahir memecahkan soal perhitungan yang lain. Ini lebih dikarenakan kelenturan berpikir kita menjadi lebih terlatih, bukan karena kecerdasan kita meningkat jauh. Mungkin ada orang yang berusaha berlatih atau menghafal jawaban (yang entah dari mana dan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan), tapi biasanya kesimpulan psikotes mengacu pada hasil keseluruhan yang merupakan integrasi dari beberapa tes, ditambah pengujian lewat observasi dan wawancara. Jadi, satu dua tes hasil hafalan tidak selalu punya dampak signifikan.




MITOS 3 : Hasil psikotes seseorang bisa berubah-ubah

Faktanya…
Idealnya psikotes dikerjakan dalam kondisi individu yang optimal, didukung situasi di sekitarnya, sehingga yang bersangkutan bisa berkonsentrasi penuh pada tugas-tugasnya. Jika tes dilaksanakan dalam lingkungan yang tidak akomodatif (misalnya bising, panas, dan sebagainya), atau individu yang bersangkutan mengerjakan psikotes dalam keadaan kurang sehat, maka ada kemungkinan performa individu tersebut tidak optimal dalam mengerjakan psikotes. Di luar itu, setiap jenis psikotes dalam pembuatannya telah melalui proses pengujian reliabilitas. Artinya, setiap tes memiliki kemampuan untuk mendeteksi kapasitas rata-rata individu pada aspek tertentu, dimana kapasitas tersebut akan ditunjukkan dengan hasil yang relatif sama dari waktu ke waktu. Kalaupun ada perubahan hasil yang meningkat/menurun, biasanya masih dalam rentang kategori yang sama. Misalnya, hasil pengukuran kecerdasan si Ani pada tahun 2005 adalah 115 dan termasuk kategori kecerdasan “di atas rata-rata”. Pada tahun 2007 Ani melakukan pengukuran kecerdasan lagi dan mendapat hasil 112. Walaupun terjadi penurunan angka (3 poin), Ani tetap termasuk dalam kategori kecerdasan “di atas rata-rata”.




MITOS 4 : Psikotes bisa digunakan untuk melihat kewarasan seseorang

Faktanya…
Psikotes saja belum cukup untuk menentukan apakah seseorang mengidap “sakit jiwa”. Untuk mengukur hal tersebut perlu digunakan alat dan metode lainnya yang lebih kompleks. Tes-tes psikologis yang diberikan pada seseorang sudah pasti disesuaikan dengan tujuannya. Tes untuk seleksi karyawan tentu saja berbeda dari tes untuk melakukan diagnosis kesehatan mental. Berdasarkan jenisnya, psikotes untuk seleksi karyawan hanya untuk mengukur dua hal: kemampuan (kecerdasan, kemampuan berpikir) dan pola perilaku (perilaku kerja dan kecenderungan kepribadian) seseorang. Kedua hal ini tidak cukup untuk mendeteksi keadaan kejiwaan seseorang. Dibutuhkan berbagai alat dan metode lain yang bisa mengetahui pengalaman masa lampau, kebutuhan dasar, hubungan dengan lingkungan terdekat, dan hal-hal lain yang biasanya tidak dipahami secara sadar oleh orang yang bersangkutan.




MITOS 5 : Hasil psikotes tergantung kemurahan hati Psikolognya

Faktanya…
Setiap individu yang mengikuti psikotes harus mengerjakan tugas sendiri-sendiri, tidak ”menyontek” dari peserta lain atau dari ”jawaban” yang dihafalkan, dan dikerjakan sesuai alokasi waktu yang ditentukan. Maksudnya adalah agar hasil psikotes betul-betul merupakan cerminan dari potensi individu yang bersangkutan, tidak dilebih-lebihkan dan tidak juga dikurang-kurangi. Setiap psikolog telah melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan untuk dapat mengukur dan menyimpulkan kemampuan seseorang secara objektif berdasarkan data psikotes yang ada. Para psikolog juga memegang kode etik profesi untuk menjaga kemurnian hasil psikotes seseorang. Seorang psikolog dapat kehilangan ijin prakteknya jika melanggar kode etik ini. Jadi, psikolog tidak akan sembarangan membuat kesimpulan misalnya karena terpengaruh rasa kasihan.



MITOS 6 : Psikoteslah yang menentukan diterima-tidaknya seseorang dalam proses seleksi

Faktanya…
Psikotes merupakan salah satu alat bantu yang digunakan dalam proses seleksi. Hasil psikotes menjadi salah satu pertimbangan untuk menentukan lolos/tidaknya seseorang, disamping faktor penentu lain seperti pengalaman, hasil tes akademis, tes kesehatan, dan sebagainya. Untuk sebuah posisi misalnya, biasanya akan ada persyaratan akademis dan pengalaman tertentu. Jika seseorang dinyatakan secara psikologis memadai untuk posisi tersebut, namun ia tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai, maka besar juga kemungkinan ia tidak akan diterima. Pada akhirnya semua keputusan sangat tergantung pada kebijakan instansi yang bersangkutan. Ada instansi yang menjadikan psikotes sebagai faktor utama, namun banyak juga instansi yang lebih mementingkan latar belakang pendidikan dan /atau pengalaman yang memadai.



MITOS 7 : Hasil psikotes belum tentu memberikan gambaran tentang individu secara akurat

Faktanya…
Sebelum dapat digunakan untuk umum, sebuah psikotes harus melalui pengujian validitas yang memastikan psikotes tersebut mampu mengukur suatu aspek tertentu dalam diri individu secara akurat. Misalnya, sebuah tes yang dibuat untuk mengukur daya logika harus benar-benar bisa mengukur daya nalar seseorang, bukan penguasaan hafalan rumus matematika, atau yang lain. Masalahnya, hasil psikotes menggambarkan potensi seseorang. Terkadang yang terlihat dari perilaku sehari-hari belum tentu sesuai dengan potensi yang terukur. Misalnya, seseorang dengan potensi kecerdasan tinggi bisa saja tidak berprestasi karena malas atau kurang proaktif. Sebaliknya, seseorang dengan kecerdasan rata-rata bisa mencapai kesuksesan karena memiliki kepribadian yang ulet dan bisa memotivasi diri. Perlu diingat bahwa hasil psikotes masih butuh diuji dengan metode lain seperti wawancara dan observasi. Kepentingannya adalah untuk mendapatkan gambaran potensi yang lebih menyeluruh dari sekedar tes tertulis.

Bagaimana? Mudah-mudahan beberapa penjelasan di atas cukup dapat mempertajam pemahaman Anda mengenai psikotes. Jika Anda memliki pertanyaan lain mengenai psikotes, silakan hubungi kami via e-mail di info@lptui.com. Dengan senang kami akan memberikan informasi yang Anda butuhkan.

kenal yaaa

”PSIKOTES” : Tak Kenal Maka Tak Sayang

Suko Winarno / 26-Aug-2009


Sebetulnya banyak sekali aplikasi psikologi yang dapat dimanfaatkan di dunia kerja (lihat artikel kami Psychology @ Work, edisi bulan April), namun bagi masyarakat luas aplikasi psikologi yang paling populer adalah dalam seleksi karyawan. Masyarakat mengenal adanya tahapan PSIKOTES disamping tahapan-tahapan lainnya seperti tes kesehatan, tes bahasa Inggris, dan sebagainya. Segala sesuatu yang nantinya akan ditangani psikolog seringkali dianggap sebagai psikotes. Psikotes ini dipandang sebagai semacam ujian saringan yang akan menentukan apakah seorang pelamar akan dapat mengikuti tahap selanjutnya atau tidak. Sering kita dengar orang berkeluh kesah: “Wah, saya tidak lulus psikotes!”, atau “Saya mungkin gagal karena tidak bisa menggambar orang dengan bagus.”, atau “Soal-soalnya banyak sekali sementara waktunya sangat singkat, bagaimana mungkin saya menyelesaikan semuanya?!”. Atau komentar lain seperti “Sungguh tidak masuk akal, anak saya lulusan terbaik universitas terkemuka, tapi kenapa ia tidak lulus psikotes?!”

Apa sebetulnya Psikotes ini? Kenapa sangat menentukan nasib orang? Nah, sebelum Anda berasumsi terlalu jauh, mari kita bahas apa itu psikotes dan bagaimana “cara kerjanya”.

PSIKOTES dan ASESMEN PSIKOLOGIS

Istilah psikotes (atau psychological testing) kadang-kadang digunakan masyarakat untuk menggambarkan berbagai aktivitas dalam proses seleksi yang menggunakan pendekatan psikologis. Perlu diluruskan di sini bahwa psikotes sebenarnya hanyalah salah satu bagian dari proses tersebut. Keseluruhan rangkaian kegiatan itu lebih tepat disebut sebagai ASESMEN PSIKOLOGIS atau PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS.

Asesmen psikologis cakupannya lebih luas, di sini psikolog mengintegrasikan informasi-informasi yang diperolehnya dari berbagai sumber, bukan hanya psikotes. Di dalam proses seleksi, biasanya asesmen psikologis bisa mencakup kegiatan tes tertulis, mengerjakan aktivitas di bawah observasi, dan wawancara. Psikotes adalah komponen tes tertulisnya saja. Psikotes memang sudah bisa memberi banyak informasi tapi masih harus dilengkapi dan diuji lagi ketepatannya. Ada hal-hal yang kurang lengkap jika hanya digali lewat tes tertulis. Cara berkomunikasi atau kepemimpinan misalnya, aspek-aspek tersebut akan lebih akurat ditangkapnya jika digali lewat aktivitas nyata. Oleh karena itu ada kegiatan kelompok dimana peserta diberi tugas tertentu yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan interaksi di antara mereka. Misalnya saja tugas memecahkan suatu masalah, mengajukan pendapat, dan sebagainya. Bentuk kegiatan ini bisa bermacam-macam tergantung tujuannya. Kemudian ada satu komponen lain yaitu wawancara. Selain untuk melengkapi informasi, wawancara digunakan untuk menguji kesimpulan-kesimpulan sementara yang diperoleh dari tes tertulis atau hasil observasi.

Dalam tulisan ini, selanjutnya akan digunakan istilah yang lebih tepat, yaitu ASESMEN PSIKOLOGIS.

PERAN ASESMEN PSIKOLOGIS DALAM PROSES SELEKSI KARYAWAN

Asesmen psikologis dalam seleksi karyawan bertujuan untuk memperoleh gambaran individu secara komprehensif agar dapat dibandingkan dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan oleh perusahaan. Jika memenuhi syarat, maka yang bersangkutan dipandang bisa mengikuti tahapan seleksi selanjutnya. Jika tidak atau kurang memenuhi syarat, maka informasi ini menjadi pertimbangan perusahaan apakah yang bersangkutan akan diikutkan atau tidak dalam kelanjutan proses seleksi dengan melihat informasi-informasi lain seperti keahlian teknis yang dimiliki, prestasi-prestasi yang pernah diraih, dan sebagainya. Jadi, kesimpulan hasil asesmen psikologis seharusnya tidak diungkapkan dalam dikotomus antara lulus dan tidak lulus melainkan dalam bentuk kesimpulan memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Sedangkan syarat yang dimaksud di sini adalah syarat pekerjaan di perusahaan yang ketika itu ia lamar.

Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila ada pelamar yang tidak diterima ketika melamar suatu pekerjaan di perusahaan tertentu, namun ia berhasil diterima di pekerjaan yang berbeda di perusahaan lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan persyaratan pekerjaan. Misalnya, seseorang dipandang sesuai untuk menjadi petugas pembukuan tapi tidak sesuai untuk menjadi resepsionis. Konteks yang berbeda juga bisa membuat persyaratan untuk jabatan yang ”sama” menjadi berbeda. Misalnya, sama-sama pekerjaan petugas pembukuan, tapi yang satu di perusahaan berskala kecil dan sederhana, yang satu lagi di perusahaan berskala besar dengan ragam aktivitas yang lebih rumit. Tentu saja kompleksitasnya menjadi berbeda yang membuat persyaratan pekerjaan petugas pembukuan di situ juga menjadi lebih kompleks.

Jadi, ketika seorang pelamar dinyatakan tidak lolos tahap psikotes (atau tahap asesmen psikologis), sebenarnya tidak berarti ia tidak lulus. Tidak lolos tahap psikotes bukan berarti ”nilainya buruk”. Hal yang terjadi sebenarnya adalah psikolog menganalisis bahwa karakteristik psikologis pelamar tersebut tidak sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang dilamar. Misalnya saja, pekerjaan tersebut menuntut perhatian terhadap detil, sementara yang bersangkutan cenderung melihat segala sesuatunya secara global saja.

Kesesuaian antara karakter psikologis individu dengan persyaratan pekerjaan merupakan hal yang penting. Jika sebenarnya tidak ada kesesuaian namun si pelamar tetap diterima, maka kemungkinan pelamar tersebut akan merasa tidak nyaman melaksanakan pekerjaannya. Hal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja si pelamar sehingga bisa mempengaruhi produktivitas perusahaan tempat ia bekerja.

ASPEK YANG DIGALI DALAM ASESMEN PSIKOLOGIS

Pada umumnya asesmen psikologis yang dilakukan terhadap seseorang dimaksudkan untuk mengungkapkan tiga aspek psikologis pokok yang dimilikinya:

Pertama, aspek kecerdasan umum atau sering disebut inteligensi umum. Untuk mudahnya, bisa dikatakan inteligensi adalah kemampuan dasar seseorang untuk memahami dunia sekitar, yang pemahamannya itu bisa diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu isi tes atau tugas untuk menggali inteligensi umum biasanya mendorong seseorang menangkap hal-hal penting dari sesuatu dan mengerahkan daya analisis untuk menangkap hubungan di antara sejumlah komponen-komponennya. Mungkin Anda pernah mengerjakan tes berupa gambar-gambar yang harus Anda cari pola perubahannya untuk bisa menentukan gambar yang harusnya jadi pelengkap. Nah, kemungkinan besar itu adalah salah satu alat untuk menelusuri kapasitas inteligensi umum Anda. Selain gambar, bisa juga ada bentuk tes yang menggunakan kata-kata atau bilangan sebagai unsurnya. Tentu saja, selain dari tes tertulis, psikolog juga akan melengkapinya dengan hasil pengamatan dan wawancara. Aspek kecerdasan umum ini digali untuk memprediksikan apakah yang bersangkutan nantinya akan mampu mempelajari tugas-tugas barunya dan memecahkan persoalan-persoalan.

Hasil penelusuran kecerdasan seperti ini umumnya diungkapkan ke dalam penggolongan berdasarkan norma/standar yang berlaku, Contoh: Seorang calon dikatakan memiliki kecerdasan umum yang tergolong di atas rata-rata. Ini berarti tingkat kecerdasan orang tersebut berada di atas rata-rata orang dari ”kelompoknya”. Kelompok ini adalah kelompok yang dijadikan norma/standar. Kelompok itu bisa berdasarkan usia, jenjang pendidikan, dan sebagainya.

Kedua, aspek cara atau perilaku kerja. Aspek ini meliputi berbagai unsur, antara lain kecepatan, ketelitian, perencanaan dan semacamnya sesuai dengan kebutuhan khusus pekerjaan. Ada beberapa tes yang sudah digunakan untuk menelusuri hal-hal tersebut, tapi biasanya psikolog juga melihat keseluruhan hasil dan cara kerja si calon, termasuk melalui observasi ketika si pelamar diminta melakukan suatu tugas yang mensimulasi pekerjaan yang ia lamar, melalui diskusi kelompok dan juga wawancara.

Aspek ketiga merupakan hal unik dan mencerminkan kekhasan individu yaitu aspek kepribadian. Ada berbagai alat yang sering digunakan di sini, misalnya mengisi semacam kuesioner yang pada intinya untuk menelusuri karakteristik psikologis apa saja yang ada, atau melalui tugas-tugas menggambar. Tugas menggambar ini sebetulnya adalah sarana bagi individu untuk memproyeksikan diri. Memang barangkali sulit masuk akal bagi awam bagaimana mungkin gambar pohon misalnya, bisa menjelaskan kepribadian orang. Tapi alat-alat itu dibuat melalui kajian ilmiah sehingga hasilnya pun bisa dipertanggungjawabkan. Tes kepribadian seperti ini sifatnya adalah memberi indikasi tentang sejumlah karakteristik psikologis tertentu. Psikolog dituntut ketajaman dan kepekaannya untuk menganalisis lebih jauh dan menemukan gambaran kepribadian yang khas si individu, termasuk juga melalui observasi dan terutama wawancara. Untuk bisa mengungkap kepribadian seseorang, psikolog dituntut memiliki pengalaman yang memadai agar dapat melihat makna-makna tersirat dari hasil tes pelamar.

Ketiga aspek pokok di atas, kecerdasan umum, perilaku kerja, dan kepribadian, bukan merupakan bagian-bagian yang berdiri sendiri. Dinamika antara ketiga aspek tersebut saling berpengaruh dan menentukan karakteristik manusia secara utuh. Tidak jarang ditemui seseorang yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata, tidak dapat direkomendasikan oleh psikolog karena kedua aspek lainnya tidak mendukung untuk persyaratan pekerjaan tertentu.

PERAN PSIKOLOG DALAM KEPUTUSAN SELEKSI

Dari uraian sebelumnya tampak bahwa yang menyimpulkan gambaran psikologis seseorang adalah kehandalan psikolognya, bukan semata-mata hasil tes tertulis. Kalaupun menggunakan alat yang terkomputerisasi yang bisa langsung mengeluarkan deskripsi individu, psikolog mesti mengujinya lagi dengan cara lain seperti menganalisis keseluruhan hasil tes tertulis, observasi dan wawancara tadi. Psikolog mesti mampu meminimalisir subjektivitas yang ada padanya. Selain melalui pengalaman bertahun-tahun, seringkali dalam proses asesmen psikologis ada yang disebut proses pemberian second opinion, yaitu adanya pendapat dari psikolog lain tentang gambaran individu. Dengan begitu, psikolog mendapat wawasan lain dan tidak terpaku dalam alam subjektifnya sendiri

Jadi, peran psikolog dalam asesmen psikologis terutama adalah memberikan gambaran komprehensif tentang si pelamar pada aspek-aspek yang menjadi persyaratan pekerjaan (dan aspek-aspek lain yang dipandang perlu) serta memberi masukan pada perusahaan bagaimana kesesuaiannya dengan persyaratan tersebut. Psikolog tidak menentukan apakah si calon akan diterima atau ditolak karena bisa jadi ada persyaratan atau preferensi lain di samping persyaratan pekerjaan yang sifatnya psikologis, seperti pertimbangan usia, keluasan pengalaman, keterampilan teknis khusus, keanggotaan organisasi tertentu, memiliki kendaraan sendiri, dan sebagainya.

Oleh karena itu panitia seleksi dari pihak perusahaan juga mesti merancang tahapan seleksi dengan cermat karena asesmen psikologis saja tidak cukup untuk menjadi satu-satunya alat seleksi. Satu hal yang sama pentingnya disamping asesmen psikologis, adalah wawancaraoleh pihak unit kerja dimana lowongan pekerjaan dibuka. Dalam aktivitas ini, si calon dipertemukan dengan calon atasan langsungnya (user). Kemudian, pejabat tersebut bisa melakukan penilaian berdasarkan pengalaman, untuk memperkirakan apakah si calon tersebut sesuai untuk mengisi pekerjaan yang dilamarnya.

HASIL ASESMEN PSIKOLOGIS BUKAN “HARGA MATI”

Perlu diketahui bahwa hasil asesmen psikologis (biasanya tertuang dalam bentuk laporan tertulis) yang dibuat psikolog bukanlah sesuatu yang sifatnya ”harga mati”. Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk yang selalu berkembang sehingga ada kemungkinan bahwa seseorang bisa berubah dalam kurun waktu beberapa tahun, khususnya pada aspek perilaku kerja dan kepribadian. Oleh karena itu, janganlah berputus asa jika tidak diterima di pekerjaan tertentu. Selain karena ketidaksesuaian karakteristik, setelah menjalani pembelajaran selama beberapa waktu (misalnya melalui pengalaman bekerja), mungkin saja ketidaksesuaian tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.

global warming

Warning! Global Warning!

Nur Rachmawati Lubis / 26-Aug-2009

3g

Global Warming, sebuah istilah yang popularitasnya semakin menanjak dari hari ke hari. Terlebih setelah diadakannya United Nations Climate Change Conference di Bali pada akhir tahun 2007 lalu, Indonesiapun menjadi sorotan dunia karena berhasil menyelenggarakan perhelatan akbar yang membahas isu universal tersebut. Sebagai warga negara Indonesia, seberapa besar pengetahuan Anda tentang global warming? Tahukah Anda mengenai berbagai dampak negatif dari global warming? Tahukah Anda bahwa tingkat ketinggian air laut terus meningkat, dataran gurun pasir semakin meluas, dan semakin banyak area pertanian/pekebunan/perikanan yang rusak karena memanasnya iklim bumi?

Beberapa hal di atas merupakan sebagian kecil saja dari fakta-fakta yang telah terkuak seputar global warming. Meskipun demikian, kebanyakan dampak negatif yang telah umum diketahui hanya membahas dampak-dampak yang kaitannya dengan biosfer atau alam lingkungan kita yang semakin teracam kelestariannya. Sebenarnya ada dampak lain dari global warming yang luput dari perhatian dunia. Banyak penelitian menunjukkan bahwa global warming juga memiliki dampak sosial-psikologis dimana global warming ternyata berkorelasi positif dengan tingkat kekerasan yang terjadi di dunia.

APA BUKTINYA?

4aSelama sepuluh tahun terakhir, penelitian dalam bidang studi Psikologi Lingkungan telah membuktikan bahwa hanya dengan berada di sebuah ruangan yang panas membuat orang lebih mudah menjadi marah dibanding ketika ia berada di ruangan dengan suhu nyaman. Seiring dengan semakin intensnya emosi marah, muncul pemikiran-pemikiran untuk berperilaku agresif atau merusak. Penelitian lain juga membuktikan bahwa temperatur yang panas bisa meningkatkan intensi seseorang untuk melukai orang lain, apalagi jika selama dalam temperatur panas itu ada pihak yang memprovokasi.

4bSuhu udara yang panas dan tidak nyaman merupakan faktor yang secara langsung dapat meningkatkan perilaku agresif, termasuk perilaku kekerasan yang mengarah pada tindakan kejahatan. Sebagian besar tindakan tersebut muncul dari pikiran-pikiran agresif dan emosi marah yang kuat, kemudian orang mulai berselisih, berdebat, berkelahi, dan bahkan terkadang membunuh. Oleh karena itu, faktor apapun yang berpengaruh terhadap agresivitas akan cenderung meningkatkan tindak kekerasan.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas memiliki hubungan positif dengan perbedaan suhu yang ada di suatu daerah. Daerah-daerah yang lebih panas cenderung memiliki tingkat tindak kejahatan berupa perilaku kekerasan yang lebih tinggi dibanding daerah lain yang lebih dingin. Yang menarik, tingkat kejahatan lain (yang bukan kekerasan, misalnya pencurian) cenderung tidak ikut meningkat seiring dengan semakin panasnya suatu daerah.

4cAda juga penelitian yang menghasilkan fakta bahwa pada hari, bulan, dan musim yang lebih panas terjadi tindak kriminalitas yang lebih tinggi daripada biasanya. Terbukti juga bahwa dalam satu tahun, tindak penyerangan dan pembunuhan lebih sering terjadi di hari-hari yang lebih panas. Fakta ini bahkan tetap terbukti ketika hasil penelitian disterilkan dari faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan kekerasan seperti tingkat kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain.

HANYA PENELITIAN, APA PENGARUHNYA?

4dPenelitian-penelitian di atas sangat relevan dengan pembahasn global warming karena data-data tersebut memberi ilustrasi seberapa besar tingkat pertumbuhan tindak kekerasan akan terjadi jika global warming tidak dihentikan. Sejak tahun 1950 – 1995, setiap tahunnya di Amerika Serikat telah terjadi 215 penyerangan dan pembunuhan per 100.000 orang. Menilik memanasnya iklim dunia (global warming) yang terjadi pada periode tersebut, ternyata untuk setiap 1 derajat Fahrenheit suhu yang naik di atas normal, maka tingkat pembunuhan dan penyerangan naik sebanyak 368% setiap tahun. Jika hasil penelitian itu diterapkan di Indonesia, dengan populasi penduduk sebanyak 218.868.791 (data sensus tahun 2005), maka secara kasar akan ada 8.100 penyerangan dan pembunuhan lagi yang terjadi di tahun-tahun mendatang. Ini baru angka kekerasan yang akan terjadi ketika suhu udara meningkat hanya 1 derajat Fahrenheit. Jika naik sebanyak 3 Fahrenheit saja, maka bisa diramalkan sebanyak 24.300 tindak kekerasan akan terjadi. Bisa hitung sendiri banyaknya kejahatan yang akan terjadi jika kenaikan suhu mencapai berkali-kali lipatnya.

4eAncaman ini bukan bualan belaka. Para ahli iklim dunia telah mengumumkan rentang kenaikan suhu udara yang akan dialami bumi ini. Selama abad ini saja, suhu bumi diproyeksikan akan mengalami kenaikan sebanyak 2 - 11,5 derajat Fahrenheit. Bayangkan saja, sepanas apa bumi tempat anak-cucu kita hidup nanti? Bayangkan ketidaknyamanan mereka. Bayangkan intensitas emosi marah yang harus mereka alami setiap hari. Bayangkan bahwa anak-cucu kita mungkin saja menjadi korban salah satu dari sekian banyaknya tindak kekerasan di tahun-tahun mendatang. Bayangan yang mengerikan bukan?
4f
Oleh sebab itu, mulailah beraksi sekarang. Karena bumi ini adalah titipan anak-cucu yang dipercayakan kepada kita, bukan warisan yang akan kita serahkan kepada mereka ketika kita sudah tidak bisa mengurusnya. Adalah tanggung jawab kita untuk menjaga bumi ini tetap nyaman dan produktif untuk ditinggali anak-cucu kelak. Cari informasi sebanyak-banyaknya mengenai global warming, apa yang menyebabkannya, apa yang bisa Anda lakukan untuk menghentikannya? Persis seperti ungkapan Bapak Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono, yang penuh semangat : TOGETHER WE CAN! (BERSAMA-SAMA KITA PASTI BISA!).

Nah, Anda bisa bertindak sekarang juga, mulai dengan melihat situs-situs berikut ini:

4ghttp://en.wikipedia.org/wiki/Global_warming
http://www.globalwarming.org/
http://www.climatehotmap.org/
http://www.globalissues.org/EnvIssues/GlobalWarming.asp

cinta kamu....

Segitiga Cinta

Nur Rachmawati Lubis / 26-Aug-2009

Text Box: Orang sering bilang saya playboy, punya pasangan di mana-mana. Lho, kalau  bisa punya hubungan yang menyenangkan, akrab, dan hangat dengan beberapa orang, kenapa harus membatasi diri hanya pada satu orang? Yang penting kan cinta!Text Box: Saya senang berada di dekatnya. Dia cerdas dan sopan. Teman-teman saya seringkali iri melihat kedekatan kami berdua. Tapi saya kok tidak pernah merasa rindu padanya, ya? Saya juga tidak pernah merasa bahwa dia adalah orang yang spesial di hidup saya. Apakah ini cinta?Text Box: Wah, Dude Herlino memang paling oke. Dia pria sempurna di mata saya. Ganteng, baik, taat agama, aktor terkenal pula. Pokoknya saya pengagumnya nomer satu! Yah..walaupun dia juga tidak kenal siapa saya. Bertemu saja belum pernah. Tapi saya cinta mati lho sama dia..

1a

Cinta cinta cinta. Topik universal yang sering dibicarakan di mana-mana. Tahukah Anda bahwa 95% lagu pop di Indonesia bertemakan tentang cinta? Ya, para seniman mengatakan bahwa cinta tidak ada matinya. Artinya, cinta akan selalu jadi topik pembahasan yang menarik. Menarik karena lika-liku cinta tidak akan pernah habis dibahas, juga menarik karena setiap orang pasti punya kenangan tersendiri tentang kisah cintanya masing-masing.

Jangan mau kalah dari para musisi dan pujangga, mari kita bahas topik pembicaraan yang selalu hangat ini, khususnya dari sudut pandang psikologi. Anda yang masih bingung apa arti cinta, seperti apa bentuk cinta, dan bahkan kenapa cinta bisa terjadi, silakan simak artikel ini dengan seksama. Perhatikan baik-baik karena cinta yang dibahas di sini adalah fakta, bukan sekedar puisi cinta yang membuai Anda dengan angan-angan. Sudah siap bertemu dengan wajah cinta yang sesungguhnya? Mari kita mulai.

1bTentu Anda sudah familiar dengan pertanyaan “dari mana datangnya cinta?”. Kira-kira apa ya jawaban dari pertanyaan ini? Apa benar cinta datang dari mata turun ke hati?Sayangnya tidak sesederhana itu. Robert Sternberg, seorang psikolog, berpendapat bahwa cinta dalam sebuah hubungan interpersonal memiliki tiga komponen dasar. Dengan kata lain, ketiga komponen dasar inilah yang nantinya akan membentuk cinta. Tiga komponen cinta tersebut adalah:

  1. Keintiman (Intimacy)

1cKeintiman adalah kedekatan yang ada antara dua individu. Kedekatan di sini bisa dalam arti kedekatan fisik, maupun kedekatan emosional. Rini dan Jaka yang selalu terlihat ke mana-mana berdua bisa dikatakan memiliki kedekatan fisik, namun belum tentu mereka memiliki kedekatan emosional. Ternyata Rini lebih memilih menceritakan keseharian dan masalah-masalahnya kepada sahabatnya Tina yang saat ini berada di Jepang. Dengan demikian, Rini memang tidak memiliki kedekatan fisik dengan Tina, tapi ia memiliki kedekatan emosional yang sangat kuat pada sahabatnya tersebut.

Keintiman sangat tergantung pada tingkat kepercayaan (trust) satu individu kepada individu yang lain. Contohnya Rini, yang percaya bahwa Jaka tidak akan memberikan dampak buruk terhadap dirinya. Rini bahkan percaya bahwa bergaul dengan Jaka akan berdampak positif, karena Jaka memiliki banyak pengalaman yang bisa Rini pelajari. Oleh karena itu Rini tidak keberatan untuk menghabiskan banyak waktu bersama Jaka. Meski begitu, mungkin Rini belum mempercayai Jaka sedalam ia mempercayai Tina, sehingga Rini hanya mau membagi pikiran, perasaan, dan emosi-emosi terdalamnya pada sang sahabat Tina.

  1. Gairah (Passion)

1dBerasal dari kata latin patior yang berarti penderitaan atau perasaan tersiksa, gairah dapat didefinisikan sebagai emosi yang sangat kuat dan mendalam (terkadang tidak terbendung) terhadap seseorang. Emosi yang kuat ini terkadang bahkan mengalahkan hukum-hukum pemikiran logis. Kalimat “yang kumau hanya kamu” mungkin adalah ungkapan yang paling tepat dalam menggambarkan gairah. Dalam gairah, ada sebentuk keinginan untuk selalu bersama yang sangat kuat, dan tidak tergantikan dengan orang lain. Gairah juga dapat diartikan sebagai dorongan seksual terhadap seseorang.

Misalkan Rini yang baru saja menyaksikan kehebatan atasannya melakukan negosiasi bisnis dengan klien. Pada awalnya mungkin Rini hanya merasa kagum, namun gairah Rini timbul seiring dengan munculnya keinginan (dan usaha) Rini untuk terus menerus bisa dekat dan akrab dengan atasannyatersebut. Pada kenyataannya, mungkin saja sang atasan sama sekali tidak punya perhatian khusus padanya. Mungkin ia hanya menganggap Rini sebagai salah satu dari 25 bawahannya yang lain sehingga tidak ada kedekatan spesial antara ia dan Rini.

  1. Komitmen (Commitment)

1eMerupakan perasaan saling terikat yang ada antara dua individu. Keterikatan ini diproyeksikan untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga komitmen juga bisa diartikan sebagai kesetiaan yang terjalin antara dua individu. Dalam komitmen, seseorang akan merasa apapun yang ia lakukan akan mempengaruhi individu yang lain, demikian juga sebaliknya.

Ketika dua orang membentuk sebuah komitmen bersama maka dapat diibaratkan seperti kedua orang tersebut bersama-sama masuk ke dalam perahu menyusuri sungai. Apapun yang mereka temui dan alami dalam perjalanan, mereka berdua memiliki perjanjian untuk tetap bersama dalam perahu. Ketika salah satu dari mereka keluar dari perahu, maka komitmen mereka telah dilanggar.

Selanjutnya, ketiga komponen di atas membentuk sebuah segitiga, Segitiga Cinta. Ketiga komponen cinta tersebut kemudian dapat saling berkombinasi untuk membentuk 7 jenis cinta yang berbeda. Berikut adalah bagan Segitiga Cinta, disertai tabel yang menunjukkan tipe-tipe cinta yang dapat terbentuk dari ketiga komponen cinta:

1f

KEINTIMAN

GAIRAH

KOMITMEN

1. Cinta Teman

Ya

2. Cinta Monyet

Ya

3. Cinta Hampa

Ya

4. Cinta Romantis

Ya

Ya

5. Cinta Setia

Ya

Ya

6. Cinta Buta

Ya

Ya

7. Cinta Sejati

Ya

Ya

Ya

Sudah jelas sekarang bahwa ada 7 (tujuh) sisi wajah cinta. Prenahkah Anda menyangka akan ada begitu banyak tipe cinta? Apakah Anda telah mengenal semuanya? Mari kita bahas setiap tipe cinta ini lebih lanjut. Mungkin saja Anda bisa menemukan cinta mana yang telah atau sedang Anda temui dalam hidup.

  1. Cinta Teman

1gCinta ini hanya terdiri dari komponen keintiman, dimana antara individu yang mengalami jenis cinta ini terjalin sebentuk kedekatan fisik maupun emosional. Menurut Sternberg, cinta jenis ini biasanya terjadi di hubungan pertemanan dimana kedua pihak merasakan ada hubungan dekat yang hangat, tapi tidak disertai dengan emosi yang mendalam (gairah) maupun komitmen jangka panjang. Anda tentu tidak keberatan jika teman Anda harus melanjutkan studi atau pindah kerja ke kota lain, bukan? Dalam cinta teman, tidak ada keterikatan yang memaksa masing-masing pihak untuk selalu bersama-sama.

  1. Cinta Monyet

1hSeperti yang kerap dibicarakan, istilah Cinta Monyet bisa digambarkan seperti cinta para remaja, atau cinta pada pandangan pertama. Inilah cinta yang dari mata turun ke hati dimana ketika melihat objek cinta, timbul gairah untuk selalu bersama walaupun mungkin sebenarnya tidak ada kedekatan yang terjalin. Gairah merupakan satu-satunya komponen cinta yang ada di tipe cinta ini. Dalam Cinta Monyet tidak ada kedekatan emosional yang terjalin dan juga tidak ada komitmen. Oleh karena itu, seringkali cinta seperti ini mudah timbul dan juga mudah hilang.

  1. Cinta Hampa

1iDalam cinta ini hanya ada komponen komitmen. Banyak cinta yang berubah menjadi Cinta Hampa seiring dengan waktu. Hubungan yang pada awalnya terasa hangat dan bergairah, terkadang berubah menjadi hampa karena komponen keintiman dan gairah telah luntur. Namun pada hubungan yang dijodohkan, seringkali yang terjadi adalah sebaliknya dimana pasangan tersebut memulai dari cinta yang hampa (komitmen yang dipaksakan) namun seiring waktu mulai timbul keintiman dan gairah.

  1. Cinta Romantis

1lPasangan yang terlibat dalam cinta ini akan terlihat sangat asik bersama-sama karena adanya keintiman. Selain itu, pasangan Cinta Romantis juga akan memiliki gairah yang mendalam terhadap satu sama lain. Oleh karena itu, pasangan cinta inilah yang biasanya disebut mabuk cinta. Meskipun demikian, pasangan mabuk cinta belum tentu ingin selamanya bersama-sama. Dalam tipe cinta ini tidakada komitmen karena seringkali dirasa mengekang kenikmatan dimabuk cinta itu sendiri.

  1. Cinta Setia

1mCinta jenis ini sering ditemui di dalam pernikahan atau hubungan yang telah cukup lama terjalin dimana gairah dalam hubungan tersebut sudah pudar, namun masih ada keintiman dan komitmen yang lekat. Secara umum, Cinta Setia adalah hubungan yang Anda jalin dengan seseorang yang sudah cukup lama berbagi suka-duka dengan Anda. Cinta Setia lebih kuat dibanding Cinta Teman karena adanya komponen komitmen. Selain dalam hubungan pernikahan, Cinta Setia juga bisa ditemui di dalam hubungan persahabatan yang erat dan juga di antara kerabat keluarga.

  1. Cinta Buta

1nDinamakan Cinta Buta karena komponen pembentuknya hanyalah gairah dan komitmen. Jenis cinta ini cenderung bersifat menderu-deru karena tidak ada keintiman yang dapat menstabilkan sebuah hubungan. Cinta Buta ini bisa berdampak negatif karena biasanya melibatkan keinginan memiliki yang mengikat tiap individu. Padahal, mungkin saja hubungan tersebut tidak lagi berfungsi positif, terbukti dengan tidak adanya rasa percaya sehingga kedekatan antara individu tidak terjalin.

  1. Cinta Sejati

1oInilah cinta yang diidam-idamkan semua orang. Cinta ini cinta yang paling sempurna dengan adanya komponen keintiman, gairah, dan komitmen. Keberadaan ketiga komponen cinta membuat cinta ini cenderung berjalan secara stabil. Komitmen yang terjalin dalam cinta ini didasari pada rasa saling menghormati (karena adanya hubungan yang dekat secara fisik maupun emosional), dan juga hasrat untuk selalu bersama yang sangat kuat. Hal ini membuat Cinta Sejati akan lebih langgeng dibanding jenis cinta lain.

1pNah, setelah mengetahui Segitiga Cinta dan ketujuh tipe cinta, kini Anda sudah bisa mulai menganalisis setiap hubungan yang ada dalam hidup Anda. Bahkan jika Anda memiliki permasalahan cinta, sekarang Anda sudah bisa mengidentifikasi apa yang salah dalam hubungan cinta Anda. Anda bisa melihatnya dari sudut pandang komponen apa yang hilang dalam cinta Anda, kemudian Anda bisa berusaha untuk mengembalikan komponen cinta yang hilang tersebut untuk kembali membentuk Cinta Sejati. Semoga bermanfaat!

My self

Mencintai Diri Sendiri, Mengapa Tidak?

Indria Astuti / 26-Aug-2009

d

Pernah merasa jadi orang paling malang sedunia? Pernah merasa nasib memusuhi Anda? Berapa kali? Sekali? Dua kali? Lima kali? Sepuluh kali? Ayolah, jujur sedikit. Ketika terjebak macet, ketika boss memarahi Anda, ketika istri ngomel seharian karena Anda lupa menjemputnya dari supermarket, ketika remaja Anda lagi-lagi pulang dengan bibir pecah dan membawa surat panggilan untuk yang kelima kalinya agar orangtua menghadap Kepala Sekolah ... Banyak bukan? Dan berapa banyak kejadian yang masih menyisakan kepedihan, kemarahan, keputusasaan? Banyak juga? Wah, celaka!

Sekali ini, cobalah untuk tidak menjadikan diri Anda sebagai bulan-bulanan perasaan-perasaan negatif itu. Percayalah, Sang Pencipta tidak pernah menciptakan Anda sekedar untuk menjadi korban kemalangan. Kalaupun sering dikatakan semua permasalahan itu adalah cobaan hidup, maka yakinlah bahwa Dia mencipta Anda sudah lengkap dengan kemampuan untuk mengatasinya. Nah, kenapa Anda tidak mencoba menemukan dan melatih kemampuan itu?

Memiliki kemampuan tersebut berarti Anda memberi cinta Anda pada diri Anda sendiri. Anda memberinya kesempatan untuk menjadi lebih tahan banting dan bisa menikmati hidup. Anda memberinya peluang untuk memunculkan semua potensinya dan tidak menghambatnya dengan keputusasaan, kemarahan, atau kepedihan. Mari, kita mulai dari sekarang!

  1. Menyikapi Pengalaman

3a Salah satu cara membuat dunia terasa semakin menyenangkan adalah dengan mengembangkan keterbukaan terhadap pengalaman. Mungkin sekarang Anda merasa hidup ini sarat dengan beban atau padat dengan rutinitas yang menjemukan. Nah, taukah Anda bahwa masih ada banyak pengalaman yang belum Anda coba telusuri? Mungkin saja ada sesuatu yang menyenangkan di sana! Kadang manusia sendiri yang menjebak dirinya ke dalam rutinitas atau kejemuan karena enggan mencoba hal-hal baru. Tidak punya waktu, tidak yakin akan berhasil, ”itu kan gak gue banget!” hanyalah rasionalisasi dari ketakutan kita menghadapi pengalaman baru. Mulai sekarang, bangkitkan antusiasme Anda untuk sesuatu yang baru!

Jangan lupa, kembangkan juga banyak perspektif dalam cara pandang Anda dan beri makna baru pada setiap pengalaman. Mengapa ketika di usia bayi hingga dua tahun putra Anda terasa lebih menyenangkan dari usia remajanya kini? Itu karena dulu Anda begitu takjub melihat hal-hal baru yang muncul darinya. Mulai dari ketika pertama kali ia bisa menyebut ”papa mama”, ketika ia menjejakkan langkah pertamanya, ketika ia memamerkan nyanyian pertamanya..., kenangan yang sangat manis bukan? Dan sekarang? Nilai menggambarnya sangat bagus tapi Matematikanya jeblok, seharian mengutak-ngatik sepeda sport, mencuri-curi menelepon gadis tetangga, pulang dengan muka lebam bekas berkelahi, duh! Nah, andai saja Anda mau menggunakan perspektif lain, andai saja Anda antusias memahaminya sebagai proses belajar anak yang tiada henti, pasti perasaan Anda akan berbeda. Bisa jadi dia punya bakat seni, bisa jadi dia punya minat pada keteknikan, bisa jadi dia mulai disentuh yang namanya cinta (meski baru cinta monyet), bisa jadi dia sedang belajar memperjuangkan harga diri. Mengungkap ”pesan” dari setiap kejadian membuat kita menjadi lebih baik dan bijak. Begitu pula untuk pengalaman-pengalaman lainnya, meski betapapun kecilnya. Barangkali dalam perjalanan ke kantor, setiap hari Anda melewati toko buah yang sama. Cobalah untuk menemukan makna baru yang berbeda dari toko buah itu. Mungkin sekarang Anda takjub karena jenis buahnya begitu lengkap, lain kali Anda takjub melihat si pemilik begitu rajin mengelap buah apel satu per satu agar merahnya tampak berkilat menggiurkan. Kemudian di saat lain lagi mungkin Anda bisa tersenyum geli membayangkan anak-anak naga mungil terbatuk-batuk menetas dari dragon fruit ....

Sisi hidup itu jumlahnya tak terkira. Kalau sebagian terasa menyebalkan dan membosankan, yakinlah masih ada jutaan sisi lainnya yang menyenangkan. Semuanya tergantung apakah kita mau terbuka terhadap pengalaman baru dan apakah kita mau memberi makna baru padanya.

  1. Menyikapi Masalah

3bSalah satu hal yang sering membuat hidup terasa berat adalah masalah. Tapi apa betul demikian? Sesungguhnya yang namanya persoalan adalah lebih pada cara kita memandang masalah. Kita pun selalu enggan mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah. Semua permasalahan kita anggap sebagai sesuatu yang mestinya ada cara untuk mengubahnya. Cobalah luruskan lagi cara pandang seperti ini. Ada hal-hal yang memang di luar kekuasaan kita. Cuaca misalnya, untuk apa Anda marah-marah karena hari begitu panas sehingga Anda sulit berkonsentrasi menyelesaikan tugas yang terpaksa dikerjakan akhir minggu. Jangan marah pada cuacanya, carilah jalan keluar pada hal-hal yang masih dalam kendali. Misalnya bekerja di teras belakang rumah yang teduh dan sedikit berangin. Jangan juga mengeluhkan orangtua yang mulai pikun karena usia, Anda tidak bisa mengubah usia bukan? Jadi, imbangi masalah dengan kreativitas, jangan terjebak pada cara yang itu-itu saja. Dulu mungkin kalau orangtua kita lupa, cukup kita ingatkan satu kali dan selanjutnya ia akan ingat. Tapi di usia lanjutnya, mungkin tidak cukup dengan mengingatkan secara lisan, harus ada yang mengajak dan mendampinginya untuk benar-benar melakukan hal itu. Nah, Anda bisa melatih putri kecil Anda untuk mengingatkan orangtua beberapa hal, misalnya ”Nenek jangan lupa gosok gigi ya sehabis makan malam ini, kita gosok gigi sama-sama yuk!”.

3cJadi jangan terlalu membatasi pikiran, perasaan, dan tindakan kita sendiri. Anda ingat ungkapan ini? ... the patience to endure things that cannot be changed, the courage to change things that can be changed, and the wisdom to distinguish the ones from the others ... Pilah permasalahan, mana yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Kembangkan kegigihan dan kreativitas untuk menyelesaikan hal-hal yang bisa kita ubah, dan tumbuhkan kesabaran hati untuk bisa menerima hal-hal yang memang tidak bisa kita ubah.

Nah, demikian dua langkah jitu untuk bisa menjalani hidup dengan lebih ringan dan antusias. Menjalankan jurus tersebut sama artinya Anda memberi cinta pada kehidupan. Kehidupan Anda sendiri, diri Anda sendiri!

Diinspirasi dari gagasan Maslow tentang Self-Actualization